Menggusur senyum


Sewaktu kecil dulu aku tinggal di sini,
di tempat ini dulu berdiri sebuah kampung yang dihuni ratusan keluarga,
penduduknya sangat baik dan ramah-ramah,
setiap hari yang ada hanya riuh tawa dan senyum hangat para warga.

Dua belas tahun telah berlalu setelah kepindahanku,
aku kembali ke tempat ini setelah mendengar kabar tentang penggusuran.
yang kudapati hanya sebuah plang yang bertuliskan “HATI-HATI KENDARAAN PROYEK KELUAR MASUK”

Di mana teman-temanku?
di mana lapangan bola yang dulu?
di mana warung ibu Sri?
apa ini benar tempat aku tinggal dulu?
kampung ini benar-benar telah digusur.

Seorang petugas keamanan memberitahuku, 
di sini akan dibangun sebuah bandara,
semua warganya telah pindah entah ke mana,
mereka menjual semuanya kepada negara,
setelah tergiur nominal yang tidak terduga.

Sekarang di tempat ini sudah tidak terlihat lagi senyum hangat para warga,
sekarang yang riuh di sini hanya suara alat berat saja,

Aku tidak bisa masuk lebih jauh lagi,
sekeliling tempat ini sudah dipagari kawat duri,
sekarang tempat ini juga sudah jadi milik negara,
negara yang belum melunasi biaya pembebasan lahan para warga.

Bagus Abady,
Sudiang, Mei 2022
Share:

Negeri paling bahagia


Ada sebuah negeri lawak,
pejabatnya sangat jujur dalam berbohong,
suka membuat aturan yang tidak teratur,
kebijakannya juga benar-benar tidak bijak,
janji-janjinya menumpuk di tempat sampah,
senyum bejatnya menghiasi pohon dan tiang listrik,
peci hitamnya tidak pernah terlepas,
cita-citanya masuk surga,
hobinya membodohi.

Bagus Abady,
Daya, Mei 2022

 

Share:

Terlalu banyak


Hujan deras,
angin kencang,
payungku patah dibuat sang angin.

Kebasahan, kedinginan, sendirian,
kesepian di tengan ramai rintik hujan,
hujan mengalir dari kepala ke lubuk hati,
membasahi luka yang belum sempat kering.

Awalnya kukira hujan akan membuyarkan kita, tidak!
kukira juga dingin hujan akan membekukan ingatan tentangmu, tidak!
terlalu banyak kenangan kita di tengah hujan,
hingga membuat setiap tetesnya menjelmah senyummu.

Bagus Abady,
Daya, Mei 2022

Share:

Sudah kuanggap sahabatku


Iya, rumahku beratapkan semesta,
bagiku setiap hari adalah petualangan,
tidur dibuai hangat sinar mentari,
dibangunkan rintik-rintik hujan.

Iya, rumahku hanya berpintukan kain,
semua binatang bebas berlalu-lalang,
anjing pun sudah seperti sahabatku sendiri,
malam datang tidur bersama, pagi pergi tanpa permisi.

Kelaparan adalah menu utama sarapan pagiku,
bising perdebatan pasutri menjadi lauk-pauknya,
kalimat kasar di mana-mana sudah terdengar seperti konser,
bunyi tamparan di pipi adalah tepuk tangannya.

Sudah beberapa hari ini baliho dan spanduk-spanduk partai mulai tumbuh subur di mana-mana,
sepertinya sebentar lagi musim pemilu,
hm? keadaan rumahku masih sangat berantakan,
padahal banyak janji-janji bejat yang siap bertamu.

Aku harus bagaimana?
pintu kainku juga sudah sangat lusuh,
pasti akan semakin rusak jika dilalui para baginda-baginda,
tapi biarlah, anjing-anjing itu sudah kuanggap sahabatku sendiri.

Bagus Abady,
Daya, Mei 2022
Share: