Empat hari setalah Valentine


Sudah setengah tahun kau mengganggu kinerja otakku, merusak pola pikirku, kepalaku isinya selalu tentangmu. Tidak lama lagi kita harus menghadapi Ujian Nasional, tapi kenapa kita harus terjebak di situasi yang rumit seperti ini. Seisi kelas tahu hubungan kita mulai dekat belakangan ini, tapi dengan naifnya kita berdua seolah sepakat untuk saling menutupi itu. 

Aku teringat beberapa bulan yang lalu, sekolah mengadakan 'study tour'. Kau bertanya kepada salah satu temanku apakah aku benar-benar mencintaimu, sejak saat itu aku mulai lebih sering memikirkanmu lagi.

Aku teringat lagi beberapa minggu yang lalu, sudah sewajarnya setiap siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional harus mengikuti program "pelajaran tambahan" di sekolah. Aku menjadi satu-satunya siswa laki-laki di kelas yang tidak pernah absen dari pelajaran tambahan karena ingin terus melihatmu. 

Aku juga teringat beberapa hari yang lalu, aku mulai memberanikan diri untuk lebih terang-terangan mendekatimu. Aku memberikanmu jam tangan yang sama seperti jam tanganku, aku warna merah, dan kau warna merah muda.

Aku juga masih sangat ingat kejadiaan beberapa jam yang lalu, niatku sudah bulat untuk tidak mengejarmu lagi. Setelah aku tahu, di belakangku kau masih merespon mantanmu. Kukira kau sudah selesai dengan semua itu, ruang yang kau berikan selama hampir setahun ini kukira menjadi bukti bahwa memang benar kau sudah membuka diri untuk orang yang baru. 

Kita terjebak dalam sebuah masalah. Bagiku semua sudah terlalu jelas dan tidak perlu jawaban lagi, bagimu itu sangatlah aneh. Aku yang selalu mencoba mendekatimu tiba-tiba diam, dingin, dan menjauh begitu saja. 

Sudah beberapa menit berlalu, pesanmu yang sangat banyak membuat handphoneku kehabisan beterai karena tidak berhenti bergetar. Beberapa panggilan masuk darimu juga terlihat di layarnya. Aku tidak peduli dengan itu, semua sudah selesai bagiku. 

Hingga akhirnya handphoneku berhenti bergetar, dan meninggalkan satu pesan terakhir yang bertuliskan "aku tidak tahu lagi bagaimana menjelaskannya, pergilah jika mau pergi. Tapi temui aku dulu, sehabis Magrib, di mesjid dekat sekolah, kau datang atau tidak aku akan tetap ada di sana. Aku mau menjelasan semuanya, setelahnya terserah padamu"

Dan sekarang, sudah beberapa detik beralalu, kita hanya saling bertatapan tanpa satu kata pun.

"begini-" kau mencoba membuka percakapan.

"jelaskan nanti saja, kalau pun kau menjelaskannya sekarang, tidak ada gunanya bagiku kalau kau tidak jadi pacarku" aku langsung memotong perkataanmu. 

"terserah kau saja" katamu.

"langit mendung, gerimis berjatuhan. Aku tidak ingin terlalu lama di sini, aku hanya mau menanyakan dan memastikan satu hal"

"apa?"

"maukah kau menjadi pacarku? pilihannya hanya dua, katakan 'iya' atau kita akan kehujanan di sini"

Setelah diam terpaku beberapa saat.

"iya" katamu singkat sambil tersenyum malu.

Kau menyalakan motormu dan melesat pulang meninggalkanku dalam hujan dan bahagia yang tidak lama lagi menenggelamkanku.

Bagus Abady,
Daya, Desember 2021
Share:

Hujan di akhir tahun



Waktu itu.

Kala hujan telah redah,
saat aroma tanah basah tercium di mana-mana,
Ada pesan Whatsapp masuk di handphoneku,
tercantum nama Sayangku,

"kita jadi jalan, kan?" pesanmu.
"tentu saja" balasku.

Kau seketika berlari keluar rumah setelah mendengar bunyi motorku,
aku bertanya "jalan ke mana kita sore ini?",
kau menjawab "ke manapun, asal sama kamu, aku ikut",
"begitupun aku" balasku.

Kita pernah berjanji untuk berjalan searah,
hingga kita tiba persimpangan jalan, 
yang memaksa kita untuk sudah,
dan berujung merelakan.

Andai saat itu mampu terucap,
ingin sekali kuucapkan,
"jika egoku tidak mampu menahan langkahmu pergi,
biarlah ikhlasku yang menjadi pengiring kepergianmu".

Sekarang.

Tidak usah memikirkanku lagi,
aku masih betah di sini, 
duduk berdua dengan bayanganmu, 
merawat mimpi-mimpi kita,

Untuk saat ini aku hanya ingin satu hal,
jika nanti kukatakan "aku rindu", 
jangan pernah datang untuk menemuiku, 
aku takut nanti aku tidak rindu lagi.

Akhir tahun memang selalu punya cerita tentang hujan,
begitupun denganku.

Bagus Abady,
Sudiang, Desember 2021
Share: